7 Menenangkan Tubuh. Selama berabad-abad, teh gaharu telah digunakan untuk menenangkan gangguan kecemasan dan tidur. Aroma yang dihasilkan dari daun memiliki efek menenangkan alami yang mengurangi gejala stres, sehingga memungkinkan orang untuk mencapai tidur yang lebih panjang dan lebih tenang.
AgaRipki AgaRipki Biologi Sekolah Menengah Atas terjawab Minyak kayu putih biasanyan didapatkan dari daun pohon melaleuca leucadendron. bagian ekstrak pada sel tumbuhan yang memiliki kemampuan dalam menyimpan minyak kayu putih adalah...m a. vakuolab. kloroplasc. leukoplasd. kromoplase. dinding sel Iklan Iklan hafizhapes hafizhapes krna di sna mengandung zat mniyak kayu putih Iklan Iklan Pertanyaan baru di Biologi 1. Ibu hamil yang menggunakan obat yang tergolong teratogen, akan besar kemungkinan menyebabkan gangguan pada bayi yang dilahirkannya. Efek samping te … rsebut tergolong dalam? A. Dose-dependent B. Delayed effect C. Withdrawal syndrome D. Fast Effect E. Dose-independent 2. Penggunaan Metformin pada pasien Diabetes Melitus dengan dosis besar dapat meyebabkan efek samping hipoglikemi. Kondisi tersebut merupakan golongan efek samping obat tipe? A. Dose-dependent B. Delayed effect C. Withdrawal syndrome D. Fast Effect E. Dose-independent 3. Pengguna narkotika akan mengalami efek kecanduan bila berhenti mengkonsumsi obat secara tiba-tiba. Efek samping tersebut termasuk dalam kategori? A. Dose-dependent B. Delayed effect C. Withdrawal syndrome D. Fast Effect E. Dose-independent 4. Efek Samping Obat yang timbul tidak tergantung tehadap dosis obat yang diberikan termasuk dalam klasifikasi? A. Dose-independent B. Dose-dependent C. Delayed effect D. Withdrawal syndrome E. Fast Effect 29. Sebuah virus ditempatkan pada sebuah kubus berukuran besar dengan volume V. Virus tersebut memiliki kemampuan untuk membelah diri dengan kelajuan … menjadi dua bagian yang sama besar tiap detiknya. Pada detik ke 200, virus tersebut memenuhi seluruh bagian kubus. Pada detik ke berapa virus tersebut menyisi 1/4 dari volume kubus tersebut? apakah kesempatan dan tantangan dalam pemanfaatan energi matahari sebagai pembangkit tenaga listrik di Indonesia? 2 makalah / jurnal mengenai penyakit Sistem Saraf Otonom? tolong bantu tugas ku 1. pulau kecil dari solir yang tidak dihuni manusia memiliki tipe habitat hutan dan Savana di sana terdapat populasi tikus hutan yang melimpah luas pu … lau tersebut hanya sekitar 1000 m² setelah dilakukan inventarisasi ternyata terdapat dua spesies yang berbeda yaitu spesies A dan B total populasi keduanya 5300 individu jika spesies A populasinya 40%, berapa densitas populasi spesies B di pulau tersebut? ekor/ Sebelumnya Berikutnya Iklan
Merangkumdari perbedaan minyak telon & minyak kayu putih: 1.Komposisi. Minyak kayu putih dibuat dari tanaman kayu putih, yaitu pohon jenis melaleuca leucadendra atau melaleuca cajuputi. Bagian pohon yang digunakan adalah daun dan rantingnya yang kemudian disuling. sedangkan minyak telon bahan dasarnya dari tiga campuran bahan
Minyak kayu putih memiliki aroma khas dan memiliki khasiat melancarkan peredaran darah. Minyak ini diperoleh melalui hasil penyulingan daun dari pohon kayu putih. Secara taksonomi pohon kayu putih termasuk marga Melaleuca, anggota dari keluarga jambu-jambuan [Myrtaceae]. Ciri khas keluarga ini adalah kulit kayunya yang mengelupas. Di Indonesia, ada dua jenis pohon kayu putih yang dikenal luas, yaitu Melaleuca cajuputi dan Melaleuca leucadendra. Anda pastinya pernah menggunakan minyak kayu putih. Minyak dengan aroma khas ini diperoleh melalui hasil penyulingan daun dari pohon kayu putih. Minyak ini biasanya kita oleskan ke kulit dan khasiatnya langsung terasa yaitu melancarkan peredaran darah dengan melebarkan pori-pori kulit, sehingga badan kita menjadi lebih hangat. Pastinya, minyak kayu putih tidak mengganggu pernafasan kulit karena sifatnya yang mudah menguap. Mengutip alodokter, khasiat utama minyak kayu putih ini adalah meredakan sakit kepala dan hidung tersumbat, mengobati luka kecil, dan meningkatkan konsentrasi. Selain bermanfaat sebagai minyak, pohon kayu putih pun memiliki kegunaan lain. Kayunya bisa untuk konstruksi maupun sebagai bahan kerajinan karena memiliki tingkat kepadatan yang cukup [kompak], kuat, warna merah muda merata, serta teksturnya halus. Manfaat lainnya adalah bagian kulit batang digunakan sebagai sambungan kayu pada pembuatan sampan dan kapal tradisional. Baca Kapur Barus, Pohon Kamper, dan Kejayaan Nusantara Minyak kayu putih dihasilkan dari pohon kayu putih melalui penyulingan daunnya. Foto Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia Dalam Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 No. 4 Desember 2013 berjudul Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih karya Ary Widiyanto dan Mohamad Siarudin, diketahui bagian pohon yang paling berpotensi menghasilkan minyak kayu putih adalah daun. “Daun yang sudah dipanen, kemudian disuling untuk mendapatkan minyak kayu putih,” tulis Ary Widiyanto dan Mohamad Siarudin. Tanaman kayu putih termasuk jenis tumbuhan kormus karena tubuhnya secara nyata memperlihatkan diferensiasi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar [radix], batang [caulis], dan daun [folium]. Daun kayu putih dikatakan sebagai daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari atas dua bagian, yaitu tangkai daun [petiolus] dan helaian daun [lamina]. Tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung helaian daun, bertugas menempatkan helaian daun pada posisi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh cahaya matahari dengan intensitas sebanyak-banyaknya. Tangkai daun berbentuk bulat kecil, terdapat rambut [bulu-bulu] halus pada permukaannya. Panjang tangkai bervariasi. Sementara helaian daun tumbuh pada tiap cabang, selang seling, pada satu tangkai terdapat lebih dari satu helai. Jenis ini termasuk jenis daun majemuk. Baca Terancam Punah, 30 Persen Spesies Pohon di Bumi akibat Penebangan dan Perubahan Iklim Minyak kayu memiliki banyak manfaat untuk kesehatan kita. Foto Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia Sekeluarga dengan jambu Andes Hamuraby Rozak, peneliti dari Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN] menjelaskan, secara taksonomi pohon kayu putih termasuk marga Melaleuca, anggota dari keluarga jambu-jambuan [Myrtaceae]. Ciri khas keluarga jambu-jambuan yang dapat mudah dikenali adalah kulit kayunya yang mengelupas. Dalam keluarga jambu-jambuan terdapat juga marga lain yang cukup terkenal yaitu Eucalyptus dan Psidium. Marga yang terakhir ini cukup banyak dikonsumsi buahnya, yaitu jenis jambu biji yang memiliki nama ilmiah Psidium guajava. “Ciri khas pada keluarga Myrtaceae adalah bentuk bunganya yang bertipe cawan dan kulitnya yang mengelupas, karena biasanya tumbuhan mengalami peremajaan kulit,” tutur Andes kepada Mongabay Indonesia, Selasa [28/9/2021]. Sesungguhnya, pohon ini mudah tumbuh dan mampu beradaptasi pada kondisi tanah yang miskin hara serta berbagai kondisi lingkungan yang beragam. Kemampuan tersebut menjadikan pohon penghasil kayu putih ini berperan sebagai tumbuhan perintis [pioneer]. Pada habitatnya, jenis Melaleuca cajuputi dapat ditemui dan tumbuh secara alami di hutan rawa. Sementara, jenis Melaleuca leucadendra tumbuh di pinggiran hutan, dekat sungai pada berbagai jenis tanah. Baca Mengenal Nothofagus, Pohon yang Menjadi Sorotan UNESCO di Papua Bunga pohon kayu putih jenis Melaleuca leucadendra. Foto Wikimedia Commons/Marwan Mohamad/CC BY-SA Jenis-jenis pohon kayu putih Di Indonesia, ada dua jenis pohon kayu putih yang kita kenal luas, yaitu Melaleuca cajuputi dan Melaleuca leucadendra. Jenis Melaleuca cajuputi berasal dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Maluku. Selain itu juga ditemukan di Kamboja, Myanmar, Thailand, Nugini hingga Australia Barat. Tumbuhan ini juga telah dikenalkan di Asia Timur, seperti di Taiwan, Sri Lanka, dan China. Tanaman ini pertama kali ditemukan di kawasan pantai daerah tropik lembab yang panas. Ia dapat tumbuh di berbagai kondisi lingkungan, termasuk di dataran pantai berawa, serta daerah tergenang air selama musim hujan pada kedalaman lebih satu meter. Jenis pohon ini sering digunakan untuk produksi minyak atsiri untuk obat hingga makanan dan kosmetik. Ciri khasnya seperti eukaliptus, mudah menguap jika terkena panas. Sedangkan Melaleuca leucadendra berasal dari Maluku, Nugini, Queensland hingga Australia Barat. Jenis ini juga telah dikenalkan di Gabon, Honduras, Pulau Nicobar, hingga Trinidad-Tobago. Ciri khasnya adalah memiliki kulit batang berwarna putih dan mengandung zat lignin dan melaleucin. Daunnya mengandung senyawa atsiri yang dimanfaatkan bagi dunia pengobatan. Baca juga Walabi, Minyak Kayu Putih dari Taman Nasional Wasur Pohon kayu putih di Ambon [1926]. Foto Wikimedia Commons/Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures/CC BY-SA Berumur panjang Pohon kayu putih Melaleuca cajuputi merupakan tanaman berumur panjang. Ia tumbuh cepat, walau berada di daerah tergenang air, apalagi di tanah yang berdrainase baik. Pohon ini berperawakan tinggi, mencapai 40 meter, berakar panjang dan melebar, dan kadang muncul akar adventif. Batangnya terbungkus kulit tebal dengan banyak lapisan, namun mudah dibelah sehingga sering dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan bahan bangunan. Sementara daunnya, apabila diremas mengeluarkan aroma khas karena mengandung minyak atsiri. Bunganya berada di pucuk-pucuk ranting, berwarna putih. Saat tua, warnanya tampak merah tua keabu-abuan. Untuk buah, bentuknya bulat, berlubang, dan mengandung biji-biji sangat halus dan ringan, di dalamnya. Mengutip Balai Litbang LHK Palembang, Melaleuca cajuputi pada awal penamaan disebut Melaleuca leucadendron, dari kata Yunani yaitu melas [hitam atau gelap] dan leucon artinya putih. “Penamaan ini merujuk pada bagian cabang tanaman berwarna putih, serta batang yang terkadang berwarna hitam seperti bekas terbakar. Pohon kayu putih merupakan satu-satunya spesies dari 290 marga Melaleuca yang tumbuh di sebelah barat garis Wallacea.” Sejauh ini, produktivitas minyak kayu putih Indonesia yang rendah menyebabkan tingginya impor minyak ekaliptus, sebagai campuran minyak kayu putih, untuk mencukupi produksi minyak kayu putih dalam negeri. “Diperkirakan, kebutuhan minyak kayu putih nasional sekitar ton/tahun, sedangkan kemampuan produksi hanya 450 ton/tahun,” jelas laporan tersebut. Artikel yang diterbitkan oleh
Bahan: daun bawang putih anggur dari daerah Salatiga, minyak atsiri daun kayu putih yang diperoleh dari B2P2TO2T (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional), bakteri S. aureus dan E. coli yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsISBN 978-602-440-992-0KehutananPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsEditorM. Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bogor, Desember 2019Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development Goals Penerbit IPB PressJalan Taman Kencana No. 3,Kota Bogor - MindawatiTotok Kartono WaluyoEditorM. Hesti Lestari TataPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development Goals Judul BukuBunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development GoalsTim PenyusunHesti Lestari Tata, Merryana Kiding Allo, Aswandi, Cut Rizlani Kholibrina, Imam Muslimin, Agus Kurniawan, Kusdi, Syaiful Islam, Antun Puspanti, Septina Asih Widuri, Noorcahyati, Yusub Wibisono, Mardi T. Rengku, Retno Agustarini, Yetti Heryati, Michael Daru Enggar Wiratmoko, Avry Pribadi, Andika Silva Y., Syasri Janetta, Ramiduk Nainggolan, Lolia Shanti, Rozy Hardinasty, Nurhaeda Muin, Nur Hayati, Wahyudi Isnan, Zainuddin, Lincah Andadari, Asmanah Widarti, Andrian Fernandes, Rizki Maharani, Gusmailina, Gustan Pari, Sri Komarayati, Nur Adi SaputraReviewerNina Mindawati Totok Kartono WaluyoEditorDr. Hesti Lestari Tata, SSi. Sampul & Penata IsiMakhbub Khoirul Fahmi Jumlah Halaman 246 + 22 halaman romawiEdisi/CetakanCetakan 1, Desember 2019PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIJalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail 978-602-440-993-7Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan© 2019, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Kata PengantarPuji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan karunia-Nya sehingga buku bunga rampai “Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Mendukung Sustainable Development Goals” ini dapat ini merupakan persembahan dan hasil karya para Peneliti Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terlibat dalam kegiatan Rencana Penelitian dan Pengembangan RPPIg Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK, selama tiga tahun mulai dari tahun 2017-2019. Kegiatan RPPI pengembangan HHBK merupakan upaya pencapaian target Rencana Strategis KLHK dan lebih jauh berkontribusi dalam pencapaian target tujuan pembangunan berkelanjutan sustainable development goals, SDG. Pengelolaan HHBK secara lestari akan mendukung 7 target dari 17 target SDGs yang sudah dicanangkan akan tercapai pada tahun 2030. Pengembangan HHBK memerlukan koordinasi dan integrasi berbagai sektor dan para pihak mulai dari hulu di penyediaan bahan baku, hingga ke bagian hilir, pada proses produksi dan industry. Selain dukungan pendanaan dan kebijakan yang kondusif. Buku ini membahas sebagian komponen dalam pengembangan dan pengelolaan beberapa komoditas HHBK, yaitu meliputi aspek teknologi budidaya untuk menyediaan bahan baku, aspek lingkungan, manusia dan manajemennya, serta aspek diversikasi produk HHBK. Semua aspek yang dibahas dalam buku ini memiliki relevansinya terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG.Kami menyadari buku bunga rampai ini masih banyak kekurangannya. Tetapi kami berharap buku ini dapat menjadi landasan bagi berbagai pihak yang berminat mengelaborasi praktik-praktik terbaik dalam pengembangan HHBK di Indonesia. Besar harapan kami agar buku bunga rampai ini bisa menjadi referensi, lesson learned, dan alat penyadartahuan terkait pengembangan dan pengelolaan kasih kami ucapkan kepada para penulis yang telah berkontribusi dalam buku bunga rampai ini, Peer Review, Tim Editor, Tim Sekretariat, dan pihak Penerbit, yang telah membantu penyusunan buku bunga rampai ini. Semoga buku Bunga Rampai ini Desember 2019Kepala Pusat Penelitian & Pengembangan HutanDr. Ir. Kirsanti Linda Ginoga, BAB 6BUDIDAYA TANAMAN KAYU PUTIH Melaleuca cajuputi Subs. Cajuputi UNGGUL F1 DI KHDTK KEMAMPO, SUMATERA SELATANImam Muslimin, Agus Kurniawan, Kusdi, Syaiful IslamBalai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan BP2LHK Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Puntikayu Palembang Imam_balittaman Tanaman kayu putih Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi merupakan salah satu jenis tanaman asli Indonesia yang umumnya terdapat di daerah Indonesia Bagian Timur. Tanaman ini menghasilkan produksi hasil hutan bukan kayu berupa minyak kayu putih yang didapatkan dari proses penyulingan daun melalui prinsip destilasi. Minyak kayu putih umumnya digunakan sebagai bahan baku obat-obatan yang sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat akan minyak kayu putih di dalam negeri diperkirakan sebesar ton minyak kayu putih untuk setiap tahunnya. Di lain pihak, kemampuan produksi minyak kayu putih Indonesia sekitar 450 ton setiap tahunnya, dimana produksi tersebut berasal dari hektar areal tanaman kayu putih yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka diperkirakan setiap tahun terdapat desit pasokan kebutuhan minyak 100Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goalskayu putih sekitar ton Kartikawati dan Rimbawanto, 2012. Adanya kekurangan pasokan akan kebutuhan kayu putih di sisi yang lain merupakan peluang untuk dilakukannya pengembangan pembangunan hutan tanaman dan pembangunan industri minyak kayu putih di kongkrit sebagai salah satu upaya untuk peningkatan produksi minyak kayu putih adalah dilakukannya kegiatan penelitian pemuliaan pohon kayu putih untuk mendapatkan benih unggul. Salah satu benih unggul kayu putih yang telah dihasilkan adalah benih unggul kayu putih F1 hasil dari B2P2BPTH Yogyakarta. Keunggulan dari benih kayu putih yang dihasilkan adalah terletak pada potensi produksi daun, nilai rendemen dan kandungan sineol. Benih unggul kayu putih F1 Yogyakarta mampu menghasilkan 3-5 kg daun, mempunyai rendemen rata-rata 2% dan kandungan sineol sebesar 65% Kartikawati, 2017. Penggunaan benih unggul mempunyai produksi yang sangat besar bilamana dibandingkan dengan benih biasa yang umumnya menghasilkan 1kg daun, rendemen 0,5-1% serta kandungan sineol 200 mm/bulan termasuk bulan basah. Kecepatan angin tergolong rendah, yaitu antara 2,250 - 3,921 km/jam dan rata-rata 2,529 km/jam. Arah angin dominan adalah angin tenggara yaitu angin yang bertiup dari tenggara ke arah Barat Laut dengan frekuensi 54,20% dan kecepatan sekitar 2,5-3,5 km/jam. Arah angin dominan kedua adalah dari Barat Laut dengan frekuensi sebesar 39,30% dan kecepatan sekitar 2,5-3,5 km/jam. Selebihnya adalah arah angin timur dengan frekuensi hanya 6,60% dengan kecepatan 60 %, kelas mutu utama dengan kadar sineol 55-60 % dan kelas mutu pertama dengan kadar sineol 50-<55 %. Analisis kualitas minyak kayu putih hasil dari penyulingan daun tanaman kayu putih umur 1 tahun di KHDTK Kemampo menghasilkan kadar 1,8 cineole sebesar 72,3% Muslimin et al., 2017 dan termasuk dalam kelas kualitas mutu super. Pengembangan budidaya jenis tanaman kayu putih mempunyai prospek yang sangat baik. Pengembangan budidaya dilakukan pada daerah-daerah di luar pulau Jawa yang memang mempunyai luasan lahan terlantar yang sangat besar. Ujicoba budidaya penanaman kayu putih di luar sebaran alaminya 118Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goalsdengan menggunakan benih unggul F1 dilakukan di KHDTK Kemampo Banyuasin, Sumatera Selatan. Ujicoba penanaman ini menghasilkan nilai rendemen yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sumber benihnya Paliyan, Gunung Kidul, namun mempunyai kandungan 1,8 cineole yang sangat baik dan termasuk dalam kelas kualitas super. Data dan informasi ini menunjukkan bahwasanya upaya pengembangan budidaya jenis kayu putih di luar Pulau jawa pada umumnya dan pengembangannya di Pulau Sumatera pada khususnya layak untuk dikembangkan karen memang mampu menghasilkan kualitas mutu minyak kayu putih yang sudah sesuai dengan SNI. Daftar PustakaBozzano, M., Jalonen, R., omas, E., Boshier, D., Gallo, L., Cavers, S., Bordács, S., Smith, P. & Loo, J., eds. 2014 Genetic considerations in ecosystem restoration using native tree species. State of the World’s Forest Genetic Resources – ematic Study. Rome FAO and Bioversity InternationalBudiadi, Hiroaki, I., Sigit, S., Yoichi, K. 2005 Variation in Kayu Putih Melaleuca leucadendron Linn oil quality under dierent farming system in Java, Indonesia. Eurasian Journal Forest Research. 8115-20. Balittaman & Unsri 2002 Desain engineering wanariset Kemampo. Laporan hasil Kegiatan kerjasama Balittaman dan Unsri. Kementerian Kehutanan. Tidak dipublikasikan. Cikya 2017 Identikasi gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI Palembang. Tidak dipublikasikan. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan 2012 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2012. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Kementerian Kehutanan. 119Bab 6 Budidaya Tanaman Kayu Putih Melaleuca cajuputi subs. cajuputi Unggul F1 di KHDTK Kemampo, Sumatera SelatanDoran, Baker, Murtagh, Southwell, 1997 Improving tea tree yield and quality through breeding and selection. RIRDC Research paper series No. 97/53. https // rirdc. Diakses tanggal 27 Pebruari 2019. Haroen, W. K. 2016 Diversikasi serat pulp untuk produk inovatif. Journal of Lignocellulose Technology. 1 C., Chantaranothai, P., Thammathaworn, A. 2007 Contribution to the leaf anatomy and taxonomy of thai Myrtaceae. The Natural History of Chulalongkorn University. 7135-45. Kartikawati, N. K. 2017 Minyak Kayu Putih Peningkatan Mutu Genetik Tanaman Kayu putih. Yogyakarta Kaliwangi. Khalil, M. I., Mahaneem, M., Jamalullail, S. M. S., alam, N., Sulaiman, S. A. 2011 Evaluation of radical scavenging activity and colour intensity of nine Malaysian Honeys of Dierent origin. Journal of ApiProduct and ApiMedical Science. 314-11. DOI. J. H., Liu, K. H., Yoon, Y., Sornnuwat, Y., Kitirattrakarn, T., Anantachoke, C. 2005 Essential leaf oils from Melaleuca cajuputi. Proc. WOCMAP III. Vol. 6 Traditional Medicine Nutraceuticals. Acta Hort. Kodir, A., Hartono, D. M., Mansur, I. 2016 Cajuput in ex-coal mining land to support sustainable development. International Journal of Engineering Research & Technology IJERT. 59357-361. S. N., Majid, N. M., Shazili, N. A. M., Abdu, A. 2013 Growth performance, biomass and phytoextraction eciency of Acacia mangium and Melaleuca cajuputi in remediating heavy metal contaminated soil. American Journal of Environmental Science. 94310-316. DOI. 10. 3844/ 120Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development GoalsMuslimin, I., Kurniawan, A., Kusdi, Syaiful, I. 2019. Pengembangan tanaman unggulan hasil pemuliaan di KHDTK. Laporan hasil penelitian. Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Tidak I., Kurniawan, A., Sagala, N., Kusdi. 2017 Pengembangan tanaman unggulan hasil pemuliaan di KHDTK. Laporan hasil penelitian. Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Tidak T. 1997 Peatswamp forest rehabilitation study in ailand. e 6th annual international workshop of BIO-Refor. December 2-5, 1997. Brisbane. Australia. Osaki, M., Watanabe, T., Ishizawa, T., Nilnond, C., Nuyim, T., Sittibush, C., Tadano, T. 1998 Nutritional characteristics in leaves of native plants grown in acid sulfate, peat, sandy podzolic, and saline soils distributed in Peninsular ailand. Plant & Soil, 2012175-182. Perhutani 2016 Toko Perhutani Minyak kayu putih. Diakses tanggal 8 Maret 2019. Rimbawanto, A. 2017 Minyak Kayu Putih Seluk Beluk Tanaman Kayu Putih. Yogyakarta Kaliwangi. Rimbawanto, A. 2017b Minyak Kayu Putih Budidaya Tanaman Kayu Putih. Yogyakarta Kaliwangi. Salim, J. M., Husni, U., Junaidi, N. H. A.,Lammu, R., Salam, M. R. 2013 Natural vegetation of BRIS soil ecosystem on coastal dune of Terengganu. Seminar Kebangsaan Pemuliharaan Hutan Pesisir Pantai Negara, 11−13 Jun 2013, Universiti Malaysia Terengganu, Kuala Terengganu. 121Bab 6 Budidaya Tanaman Kayu Putih Melaleuca cajuputi subs. cajuputi Unggul F1 di KHDTK Kemampo, Sumatera SelatanSudaryono 2010 Evaluasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Jurnal Teknologi Lingkungan. 111105 P., Eang P., Tann S. & Chakraborty, I. 2017 Carbon stock of peat soils in mangrove forest in Peam Krasaop Wildlife Sanctuary, Koh Kong Province, southwestern Cambodia. Cambodian Journal of Natural History, 2017, 55– N. Q. 2009 Melaleuca Timber. German Deutsche Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH. Weiss, 1997 Melaleuca cajuputi, pp. 311-314. In Weiss, ed., Essential Oil Crops. Wallingford, Oxon, CAB International. ... Ini diperoleh dari proses penyulingan daun menggunakan prinsip penyulingan. Minyak kayu putih pada umumnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan yang sudah lama dimanfaatkan masyarakat Indonesia Muslimin et al., 2019. Selain di Indonesia bagian timur, pohon kayu putih merupakan pohon pionir sebagai reboisasi lahan yang pertama kali di tanam di Pulau Jawa pada tahun 1924. ...... Kebutuhan minyak kayu putih masih sangat besar untuk dalam negeri dan diperkirakan mencapai ton setiap tahunnya. Di sisi lain, dengan area produksi seluas hektare di seluruh Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 450 ton per tahun Muslimin et al., 2019. Kekurangan bahan baku kayu putih merupakan peluang sekaligus ancaman terutama bagi petani pengelola tanaman kayu putih karena menjadi peluang untuk mengimpor bahan baku antara lain jenis Eucalyptus yang antara lain banyak terdapat di Australia dan Cina. ...Industri minyak kayu putih di Indonesia yang dominan berbahan baku daun tanaman Melaleuca cajuputi secara umum masih memerlukan perbaikan kinerja antara lain kinerja proses penyulingan untuk meningkatkan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan. Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk melakukan pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan mitra dalam untuk meningkatkan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih minyak kayu putih yang dilakukan. Tahapan kegiatan terdiri dua tahapan sebagai yaitu 1 pengamatan terhadap keseluruhan proses penyulingan minyak kayu putih mulai dari bahan baku yang digunakan daun kayu putih, perlakuan pendahuluan bahan baku sebelum dilakukan proses penyulingan, dan proses penyulingan yang dilakukan, dan 2 penyuluhan dan pendampingan terhadap mitra tentang usul upaya peningkatan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih. Berdasarkan hasil pengabdian pada masyarakat yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih memerlukan perlakuan pendahuluan terhadap daun kayu putih yang digunakan dan kinerjanya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia tanaman kayu putih yang digunakan sebagai sumber bahan litt le is known about peatlands in Cambodia. The peatland in Peam Krasaop Wildlife Sanctuary PKWS, Koh Kong Province, was discovered in 2014 and covers 4,976 ha including 38 ha outside the sanctuary in a coastal mangrove forest. In addition to their functions as habitats and maintaining water quality, peatlands are signifi cant carbon sinks and therefore play important roles in mitigating climate change. Determining the size of the carbon stock in peat in PKWS is consequently valuable for understanding the sequestration capacity of Cambodian peatlands. We estimated the amount of carbon stock of peat soils in the mangrove forest of the sanctuary. Peat cores were collected and analysed. The carbon content of the peat was between and and its bulk density was g/cm 3. Based on our work and previous studies, the average depth of the peat layer is 110 cm and the total peat volume is about × 107 m 3. We consequently estimate that approximately × 10 6 Mg of carbon is stored in the peatlands of metals are very toxic and soil contaminated with sewage sludge urgently need remediation in order to avoid related health hazards. Phytoremediation is a low cost and reliable technique to remediate heavy metal contamination. However phytoremediation using timber species was rarely reported and its efficiency was questionable. A field study was conducted to examine the efficiency of two timber species namely Acacia mangium and Melaleuca cajuputi in phytoextraction of Zn, Cu and Cd from contaminated soil. Two hundred of A. mangium and M. cajuputi were planted on sewage sludge disposal site and the growth was recorded for 12 months before at the end total biomass of each species was determined. Results show in 12 months, about 72 and 4 t ha-1 of aboveground biomass can be produced by A. mangium and M. cajuputi, respectively. Both species show potential for phytoremediation, however A. mangium is more efficient compared to M. cajuputi where efficiency of A. mangium to remove Zn was for Cu and for Cd. As for M. cajuputi the efficiency was and for Zn, Cu and Cd, respectively. It is projected that A. mangium require 5, 17 and 20 years to remove kg ha-1 of Zn, kg ha-1 of Cu and kg ha-1 of Cd, is renewed interest in the use of native tree species in ecosystem restoration for their biodiversity benefits. Growing native tree species in production systems plantation forests and subsistence agriculture can also ensure landscape functionality and support for human livelihoods. Achieving full benefits, however, requires consideration of genetic aspects that are often neglected, such as suitability of germplasm to the site, quality and quantity of the genetic pool used and regeneration potential. Understanding the extent and nature of gene flow across fragmented agro-ecosystems is also crucial to successful ecosystem restoration. This study, prepared within the ambit of The State of the World’s Forest Genetic Resources, reviews the role of genetic considerations in a wide range of ecosystem restoration activities involving trees. It evaluates how different approaches take, or could take, genetic aspects into account, thereby leading to the identification and selection of the most appropriate methods. The publication includes a review and syntheses of experience and results; an analysis of successes and failures in various systems; and definitions of best practices including genetic aspects. It also identifies knowledge gaps and needs for further research and development efforts. Its findings, drawn from a range of approaches, help to clarify the role of genetic diversity and will contribute to future developments. Available for download at Ridges Interspersed with Swales' BRIS soil dominates coastal dune of Terengganu. This soil formation is characterized by oligotrophic soil condition with harsh physical environments. Three distinct natural vegetation formations on BRIS soil ecosystem were elaborated. Lowland mixed dipterocarp forest strictly in Jambu Bongkok Forest Reserve has low regeneration potential by having small number of large trees, but high number of saplings and seedlings. Melaleuca swamp is dominated by Melaleuca cajuputi. Associated with the swamp are endemic submerged Cyperaceae, Websteria confervoides and carnivorous plants of Nepenthes, Utricularia and Drosera burmannii. Heath vegetation is characterized by lower stature vegetation, forming a vegetation clumps determined by clumping soil resources availability nutrients and water. Overall, BRIS soils ecosystem of Terengganu supports low diversity but well adapted vegetations due to its soil conditions and physical settings. In situ conservation of this ecosystem for ecological research and genetic resources is worth given attention considering continuous threats from fragmentation and degradation. ABSTRAK Tanah 'Beach Ridges Interspersed with Swales' atau singkatannya BRIS mendominasi tanah persekitaran pantai Terengganu. Bentukan tanah ini dicirikan oleh tanah oligotrofik dengan persekitaran fizikal melampau. Tiga bentukan vegetasi semulajadi ketara ekosistem tanah BRIS dihuraikan. Hutan dipterokap tanah rendah terhad di Hutan Simpan Jambu Bongkok mempunyai keupayaan regenerasi yang rendah dengan bilangan pokok dewasa yang rendah berbanding dengan bilangan anak benih dan anak pokok. Paya gelam dikuasai oleh spesis Melaleuca cajuputi. Tumbuhan bersekutu dengan paya gelam terdiri daripada Rusiga Cyperaceae endemik tenggelam, Websteria confervoides dan tumbuhan karnivor Nepenthes, Utricularia and Drosera burmannii. Vegetasi 'heath' atau kerangas dicirikan oleh vegetasi rendah yang membentuk kelompok vegetasi yang ditentukan oleh kebolehdapatan sumber tanah nutrien dan air yang berkelompok. Konservasi in situ ekosistem ini untuk kajian ekologi dan sumber genetik adalah wajar memandangkan ancaman berterusan yang dihadapi oleh ekosistem ini yang berpunca daripada fragmentasi dan degradasi lands face the problems of acidic soil conditions, a lack of top soil, and an excess of surface rocks, which result in less fertile soil. Under these conditions, plants must adapt to grow well in soil that is acidic and less fertile. To counteract these harsh conditions for plant growth, the use of cajuput Melaleuca cajuputi in the land formerly mined by PT Bukit Asam is tested. This study aims to determine the growth, leaf production, oil quality and economic potential of cajuput. This study finds that cajuput is suitable to be developed in ex-mining areas with acidic, less fertile soil conditions; is resistant to puddling if it is planted in a garden pattern; and can be H. KimK H Liu YoonChoojit AnantachokeHydrodistillation of cajuput Melaleuca cajuputi leaves collected from 6 sites in Narathiwat gave different yields of cajuput oils. The maximum oil yield was obtained from leaves from Ban Koke Kuwae, Thambon Kosit, and Amphur Tak Bai. The oil yields from leaf samples of other sites were from Ban Pha Ye and Thambon Sungai Padi in Amphur Sungai Padi; from Ban Lubosama, and Thambon Pasemat, in Amphur Sungai Kolok; from Ban Tha Se, and Thambon Kosit, in Amphur Tak Bai; from Ban Mai, and Thambon Sungai Padi, in Amphur Sungai Padi; and from Ban Toh Daeng, and Thambon Phuyoh, in Amphur Sungai Kolok. Cajuput oil densities from the 2 sites of Amphur Sungai Kolok and from Ban Mai, Thambon Sungai Padi, Amphur Sungai Padi were almost the same, but higher than others. Although major components were not different, the minor components varied in terms of both structure and proportion. The major compositions of both cajuput oils from Ban Toh Daeng, Thambon Phuyoh, and Amphur Sungai Kolok consisted of monoterpenes and sesquiterpenes, and the rest were hydrocarbons and a diterpene. Other cajuput oils obtained composed mainly of monoterpenes more than 62%, sesquiterpenes, hydrocarbons and some unknown compounds respectively. There was no diterpene present in these oils. Since cajuput oil was locally used as insecticide, termicidal activities of all oils were also sulfate soils, peat soils, sandy podzolic, and saline soils are widely distributed in Peninsular Thailand. Native plants adapted to such problem soils have grown well, and showed no symptom of mineral deficiency or toxicity. Dominant plants growing in low pH soils acid sulfate and peat were Melastoma marabathricum and Melaleuca cajuputi. Since M. marabathricum accumulated a huge amount of aluminum Al in leaves, especially in new growing leaves, it can be designated an Al accumulator plant. While M. cajuputi did not accumulate Al in shoot, it can be designated an Al excluder plant. Both plant species adapted well to low pH soils, though a different strategy was used for Al. On the other hand, in acid sulfate and peat soils, M. cajuputi, Panicum repens, Cyperus haspan, and Ischaemum aristatum accumulated large amounts of Na in the leaves or shoots, even in soil with low exchangeable Na concentration. Thus, when growing in the presence of high Al and Na concentration in soils, plant species have developed two opposite strategies 1 Al or Na accumulation in the leaf and 2 Al or Na exclusion from the leaf. Al concentration in leaves had a negative relationship with the other mineral nutrients except for N and Mn, and Na concentration in leaves also had a negative relationship with P, Zn, Mn, Cu, and Al. Consequently, Al and Na accumulator plants are characterized by their exclusion of other minerals from their gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI PalembangCikyaCikya 2017 Identifikasi gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI Palembang. Tidak tea tree yield and quality through breeding and selectionJ C DoranG R BakerG J MurtaghI A SouthwellDoran, Baker, Murtagh, Southwell, 1997 Improving tea tree yield and quality through breeding and selection. RIRDC Research paper series No. 97/53. https // rirdc. Diakses tanggal 27 Pebruari 2019.
IDP5. a480hd1n0e.pages.dev/455a480hd1n0e.pages.dev/499a480hd1n0e.pages.dev/33a480hd1n0e.pages.dev/234a480hd1n0e.pages.dev/349a480hd1n0e.pages.dev/186a480hd1n0e.pages.dev/170a480hd1n0e.pages.dev/398
minyak kayu putih biasanya didapatkan dari daun pohon melaleuca